Jumat, 28 Januari 2011

2. Usaha Dakwah Adalah Maksud Hidup Rasulullah SAW


Dari Aqil bin Abi Thalib, ia bercerita. Abu Thalib berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai keponakanku! Demi Allah, seperti yang telah engkau ketahui sendiri bahwa aku selalu membenarkan perkataanmu, karena itu engkau juga harus mengikuti perkataanku, bahwa orang-orang dari kaummu datang kepadaku dan mereka berkata bahwa engkau datang ke Ka’bah dan datang ke majelis mereka, lalu mengatakan begini dan begitu. Dengan perkataanmu itu mereka merasa tersinggung, Oleh karena itu, suapaya dapat kamu pahami, maka tinggalkanlah apa yang kamu lakukan itu. Lalu Rasulullah saw menengadahkan wajahnya ke langit sambil berkata, “Demi Allah, aku tidak sanggup jika harus meninggalkan pekerjaan yang karenanya aku diutus, melebihi ketidaksanggupan salah seorang diantara kamu untuk membawa kobaran api matahari”. (Hr. Thabrani dan Bukhori) 
Menurut riwayat Baihaqi, bahwa Abu Thalib berkata kepada Rasulullah Saw, “Wahai keponakanku, orang-orang dari kaummu datang kepadaku dan mengatakan ini dan itu, Karena itu, sekarang sayangilah jiwaku juga jiwamu, dan jangan memberikan kepadaku sesuatu yang tidak sanggup aku memikulnya, begitu juga engkau. Karena itu berhentilah dari berkata-kata kepada mereka sesuatu yang tidak mereka sukai!” Mendengar perkataan pamannya ini, Rasulullah saw merasa sedih, karena beliau menganggap bahwa pandangan pamannya mengenai dirinya telah berubah dan dia meninggalkan beliau serta menyerahkannya kepada kaumnya, dan kini dia tidak lagi memberikan semangat kepada beliau.. Melihat keadaan seperti ini maka beliau bersabda, “Wahai pamanku, apabila matahari diletakkan di tangan kanaku dan bulan di tangan kiriku, niscaya sekali-kali aku tidak akan meninggalkan pekerjaan itu (dakwah) dan aku akan tetap mengerjakannya sampai Alloh memberikan kemenangan kepadaku atau jiwaku melayang karenanya.” Setelah berkata demikian, Rasulullah saw tidak kuasa lagi menahan air mata dan beliau menangis.

1. Tegaknya Islam hanya dengan Usaha Dakwah


Ketika Siti Khadijah radhiyallahu ‘anha menemui suaminya Baginda Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia (Khadijah radhiyallahu ‘anha) baru saja pulang dari rumah Waraqah bin Naufal. Ia menanyakan tentang tanda-tanda kenabian yang ada pada suaminya, pada saat itu lah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima wahyu ke-dua awal surah Al-Mudatsir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berkata kepada istrinya "Tidak ada waktu lagi untuk istirahat... Jibril ‘alaihis salam telah menyampaikan perintah Allah subhanahu wa ta’ala kepadaku agar aku menjumpai setiap orang untuk mengajaknya kepada Islam, wahai istriku siapakah orang yang akan mengikutiku".
"Aku ya Rasulullah, aku mengimani bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tiada tuhan selain Dia dan engkau adalah Rasulullah" Jawab Khadijah radhiyallahu ‘anha
Demikianlah awal pengorbanan mereka yang tiada berhenti sehingga segala keperluan diri dikebelakangkan hanya untuk kemuliaan Islam. Hingga di akhir hayatnya Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditemani oleh Jibril ‘alaihis salam yang datang untuk menghiburnya, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya "bagaimana keadaan ummatku sepeninggalanku?". Keadaan ummatnya saja yang terfikir hingga akhir hayatnya.
Menjelang akhir hayatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim satu jema'ah besar keluar kota Madinah dipimpin seorang panglima yang masih sangat muda, anak dari seorang bekas budak hamba sahaya yang kemudian menjadi anak angkat Beliau, Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma. Belum sampai ke tujuan Jema'ah tersebut mendapat berita tentang wafatnya Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Akhirnya diputuskan jema'ah tersebut kembali ke Madinah.
Di Madinatul Munawwarah keadaan pun sedikit kacau, karena begitu sedih dan bingung banyak dari sahabat radhiyallahu ‘anhum yang tidak tahu harus berbuat apa pada saat itu. Umar radhiyallahu ‘anhu menghunuskan pedang berkeliling Madinah sambil berkata tidak mungkin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Utsman radhiyallahu ‘anhu hanya diam tidak tahu berbuat apa.. Sehingga Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, setelah menjenguk jasad Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam, tampil ke depan menenangkan.
Singkat cerita...
Usaha da'wah terhenti sebentar (dalam satu riwayat 7 hari), jema'ah yang dipimpin Usamah radhiyallahu ‘anhu belum diberangkatkan. Apa yang terjadi? Alim ulama menerangkan ketika da'wah terhenti sebentar ada 3 perkara besar terjadi:
1. Diangkatnya ketakutan dari hati orang kafir terhadap orang Islam
2. Banyak orang kembali murtad dan sebagian tidak mau lagi membayar zakat.
3. Munculnya Nabi palsu, Musailamah al Kahzab.
Tentara Romawi dan sekutu-sekutunya mengirim suatu kekuatan besar untuk membumi hanguskan Madinah dan seluruh orang Islam. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memutuskan untuk segera mengirim kembali jema'ah yang sempat tertunda untuk menghadapi tentara kafir dengan tetap dipimpin oleh Usamah radhiyallahu ‘anhu. Ada sebagian sahabat yang merasa keberatan dan ingin agar Usamah radhiyallahu ‘anhu dapat diganti dengan sahabat yang lebih berpengalaman tapi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata,
"Belum lama jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikebumikan, sekarang kalian hendak mengubah satu Sunnahnya"!
Jema'ah tersebut tetap dipimpin oleh Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma. Semua sahabat yang tidak ada uzur diperintahkan untuk menyertai jema'ah tersebut. Amirul Mukminin, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu meminta kesediaan Usamah radhiyallahu ‘anhu untuk membolehkan beberapa sahabat tetap tinggal di Madinah untuk tugas-tugas lain.
Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu ditugaskan memimpin 500 orang untuk menghancurkan Musailamah al Kahzab.
Umar radhiyallahu ‘anhu ditugaskan memimpin 50 orang untuk menhadapi mereka yang tidak mau membayar zakat, sehingga tinggallah di kota Madinah orang-orang tua dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai Amirul Maukminin untuk mengendalikan keadaan di Madinah.
Seorang sahabat lagi bertanya kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata "Wahai Amirul mukminin kalau semua kita menyertai jema'ah ini bagaimana keadaan kota Madinah yang di dalamnya ada Ummahatul mukminiin, istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam".
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, "Aku lebih rela istri-istri nabi diserang musuh dan bangkainya dicabik-cabik serigala daripada agama dan usaha agama ini terhenti".
Akhirnya Jema'ah tersebut diberangkatkan dengan dilepas sendiri oleh Amirul Mukminin Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Di Madinah, semua sahabat yang uzur diperintahkan untuk membuat 'amalan masjid. Mengisinya dengan Da'wah menjumpai orang-orang di Madinah yang keyakinannya goyah atau telah keluar dari Islam untuk dapat kembali kepada Islam. Mereka kemudian diajak ke Masjid Nabawi untuk duduk di dalam majelis dan dibangkitkan semangatnya kembali serta memperbanyak 'amal ibadah dan berdo'a memohon bantuan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaian lagi diberi tugas untuk melayani tamu-tamu yang datang dan menyiapkan segala keperluan jema'ah masjid.
Dari usaha dan kerja di Masjid Nabawi tersebut alim ulama menerangkan terbentuk beberapa jema'ah da'wah yang dikirim ke kawasan yang berdekatan dengan Madinah, menjumpai setiap orang yang berada di kabilah terdekat untuk kembali kepada Iman dan Islam, sehingga di dalam suatu riwayat selama tiga hari-tiga malam di kota Madinah tidak terdengar suara adzan.
Kembali kepada Jema'ah yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu. Selama perjalanan untuk menghadapi tentara kafir mereka telah berhenti beberapa kali. Alim ulama menerangkan bahwa Usamah radhiyallahu ‘anhuma telah memerintahkan jema'ah tersebut untuk berhenti dan membongkar segala perlengkapan dan memasang tenda dan berbagai keperluan lainnya. Ketika semua telah selesai, ia, Usamah radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan. Semua sahabat radhiyallahu ‘anhuma tha'at. Mereka segera membongkar tenda mengumpulkan segala perbekalan dan sebagainya. Di tempat yang lain Usamah radhiyallahu ‘anhu memberikan perintah yang sama sehingga beberapa kali jema'ah tersebut membongkar memasang dan membongkar lagi perbekalan serta tenda mereka.
Alim ulama menerangkan bahwa walaupun pada zhahirnya terlihat seperti tidak teratur dan tidak terorganisir akan tetapi dengan ketha'atan kepada Amir dan bergeraknya mereka tersebut fii sabilillaah. Allah subhanahu wa ta’ala telah tanamkan kembali di dalam hati musuh Islam ketakutan terhadap ummat Islam. Tentara Romawi dan sekutunya menjumpai bekas-bekas perkemahan dan barang-barang perbekalan sahabat radhiyallahu ‘anhum dapat menghitung berapa kekuatan pasukan Muslimin.
Di tempat yang lain mereka menjumpai tanda-tanda bahwa di tempat itu juga sepasukan yang besar pernah berkemah, sehingga akhirnya tentara musuh Islam tersebut berkesimpulan kalau dengan jumlah sahabat radhiyallahu ‘anhum sedemikian besar yang berada di luar Madinah maka pasti jumlah yang lebih besar lagi ada di dalam Madinah. Dan mereka memutuskan untuk mundur karena mereka yakin mereka tidak akan menang menghadapi orang Islam.
Begitu juga Musailamah al Kahzab dan pengikutnya beserta benteng di Yamamah yang telah didirikannya akhirnya dapat di hancurkan.
Tiga perkara besar yang terjadi akibat usaha da'wah terhenti sebentar akhirnya dapat dikembalikan.
1. Orang-orang yang murtad kembali kepada Islam,
2. Orang yang tidak mau bayar zakat akhirnya mau membayar zakat, dan
3. Allah subhanahu wa ta’ala tanamkan kembali ketakutan di dalam hati musuh Islam dan Allah subhanahu wa ta’ala hancurkan nabi palsu.